Lagi-lagi dia berbicara tentang perempuan itu
denganku,dia sibuk bercerita bagaimana prestasinya,bagaimana perempuan itu
membantunya menyelesaikan tugasnya,bagaimana perempuan itu mengerti dia. Apa
dia buta ? apa dia mati rasa ? tidakkah dia melihat aku ada di depannya
berjuang terlihat tegar mendengarnya membicaraan perempuan lain denganku,sudah
matikah hatinya sehingga tidak bisa sedikit saja mengerti perasaanku. Dia
anggap aku apa selama ini ? Orang yang hanya mempunya status pacar,namun bukan
orang yang ada di hatinya ?
Aku menarik nafas,mendengarkan dia tidak
memperhatikan ekspresiku “cukup kak” kataku padanya dengan nada,yang aku
sendiri terkejut,bisa tenang.
Dia memandangku dengan wajah datarnya,seakan tak
mengerti,disaat seperti ini wajah malaikatnya terkadang membuatku luluh,namun
kali ini aku tidak seperti biasa,ku rasa aku
harus berbicara denganya.
“Kakak sadar nggak ? setiap pertemuan kita kakak
hanya sibuk membahas dia,dia begini,dan dia begitu, aku nggak keberatan kakak
curhat,tapi setelah sekian lama aku rasa kakak nggak pernah ngerti
perasaanku,kakak nggak pernah peka kalau menyangkut aku,aku ini apa buat kakak
? seorang cewek dengan status sebagai pacar,itu aja kan”
Dia memnatapku beberapa saat sebelum melanjutkan,”Kamu
kenapa sih Lun ? lagi ada masalah ? kamu jadi sensi gini,kamu tau kan dia
temenku udah lama,cemburu ?”
Aku menatapnya sakit hati,”Iya aku memang
cemburu,perempuan mana yang nggak marah pacarnya terus membangga-banggakan
perempuan lain,paarnya bercerita tentang perempuan lain,seolah perempuan itu
pusat dunianya. Kenapa kakak nggak juju raja sih,kalau kakak lebih peduli dia
lebih saying dia ketimbang aku” mataku mulai perih,aku tidak boleh menangis di
depannya. Aku berdiri,mengambil tasku “Itu pilihat buat kamu,pilih yang terbaik
pakai hatimu,aku nggak tau kenapa kamu dulu memilih aku tapi ku rasa hatimu
nggak ada untukku” aku mencoba tersenyum saat keluar dari cafeteria.
Dulu dia menjadi alasanku untuk kuat,menjadi
alasanku untuk tetap tegak berdiri,menjadi alasaku bersemangat menghadapi
hariku,menjadi alasaku untuk tertawa,dulu ketika aku baru menyentuh permukaan
kehidupannya,sekarang dia membuatku bertanya-tanya bingung,sebagai apa aku di
kehidupannya,adakah aku diaantara segala hal yang terlintas di otaknya ?
Aku teringat percakapanku dengan sahabatku sejak
kecil,kata-kata yang tak mau aku renungkan,karena takut benar,kata-kata yang
tak ingin aku dengerkan karena takut akan nyata.
“Apa benar dia peduli sedikit saja padamu ?” katanya
sore itu,”Jika dia peduli setidaknya dia menanyakan keadaanmu,sudah 2 hari kamu
menghilang lun,apa dia mencarimu ? apa dia pernah sadar kamu harus rutin
mengkonsumsi obat?”
Aku hanya bisa diam,pura-pura tidur dan tak
mendengar,tapi dia terus berbicara padaku,”apa dia sadar kalau ada banyak bekas
jarum suntik di tanganmu,apa dia pernah memperhatikan wajahmu sering pucat ?
apa dia pernah peduli akan lengamu yang terkadang lebam sehabis di kemo? Apa dia
sadar rambutmu perlahan mulai rontok ? apa dia tau kamu berjuang untuk melawan
sakit,tertawa di hadapannya ? Aku tidak pernah mengusikmu sebelumnya,karena aku
tau setelah sekian lama ini kamu punya seseorng yang membuatmu bertahan,tapi
jika begini ? dia membuatmu lebih tersiksa,aku tau kamu sadar akan hal itu,kenapa
tidak kamu lepaskan saja ?”
Aku menutup mataku lebih rapat lagi,menutupi
telingaku dengan bantal,agar tidak mendengar lebih banyak lagi “aku sayang dia”
kataku lirih
Sekarang aku berfikir kembali,dulu aku begitu
senang,aku tau hari-hariku tidak akan sepanjang hari-hari remaja lainnya,aku
hanya ingin bahagia untuk sesaat,tapi kebahagiaan itu tak kunjung datang,malah
luka yang perlahan tertoreh. Kini aku tau,lebih baik aku
melepaskannya,membiarkanya bersama perempuan itu,demi aku dan dia. Walau aku
tak tau mengapa dia dulu memilihku,ini keputusanku,aku akan membiarkan dia
pergi… sementara aku juga akan pergi ke negri nun jauh di sana menjalani pengobatanku..